Saksi Korban Tes Cepat Covid-19 Dukung Postingan Jerinx — Saksi korban prosedur tes cepat covid-19, Gusti Ayu Arianti asal Mataram, NTB, menyatakan setuju dengan postingan dari terdakwa I Gede Ary Astina alias Jrx SID terkait penolakan syarat tes cepat bagi ibu hamil. Gusti Ayu menyatakan hal tersebut saat memberikan keterangan dalam persidangan di Pengadilan Negeri Denpasar, Bali, Selasa (20/10).
“Saya tidak mengenal terdakwa, tapi yang saya tahu dia menolak rapid test pada ibu hamil. Saya cuma melihat sekilas saja di medsos instagram. Saya enggak pernah lihat. Saya enggak baca postinganya saya cuma baca di berita-berita bahwa Jrx menolak prosedur rapid test untuk ibu hamil,” kata Gusti Ayu menjawab majelis hakim yang diketuai Ida Ayu Adnya Dewi
Ia mengatakan setuju terkait postingan Jrx SID yang menolak tes cepat covid-19. Pasalnya, ia mengalami sendiri, kewajiban rapid test menyulitkan dirinya dalam keadaan darurat.
“Saya setuju kalau posisinya seperti saya, Saya setuju karena memang ibu hamil itu kenapa tidak ditangani terlebih dahulu, seperti protes yang diberikan bapak Jrx. Jadinya saya di sini ingin sampaikan pernyataan saya alami apa yang dibilang sama bapak Jrx,” ucapnya.
Gusti Ayu Arianti menjelaskan, sebelumnya, pada bulan 18 Agustus 2020, ia mengalami pecah ketuban. Kemudian, bersama suaminya langsung pergi menuju RSAD Mataram, NTB. Awalnya ia tidak mengetahui jika harus melampirkan syarat rapid tes terlebih dahulu.
“Saya diminta rapid test terlebih dahulu, padahal saya sudah bilang sama petugasnya bahwa saya sudah pecah ketuban. Tidak ada (penjelasan dari petugas) cuma memang prosedurnya memang seperti itu ‘Ibu harus rapid tes dulu baru bisa kita bisa tangani’ katanya (petugas) begitu,” ucap Gusti Ayu.
Ia mengatakan, saat itu ketika diminta melampirkan surat rapid test, pihak rumah sakit tidak menyediakan tempatnya. Ia diminta mencari di fasilitas kesehatan lain untuk rapid test.
Selanjutnya saksi korban bersama suaminya menuju puskesmas di Pegesangan, Mataram, untuk dites cepat covid-19. Setelah itu, saksi korban bersama suaminya menuju Rumah Sakit Permata Hati.
“Lalu ke RS Permata Hati. Sampai di sana ditanya “Enggak ada hasil rapid dari Puskemas?” Terus saya bilang ada, tapi saya bilang saya sudah pecah ketuban. Apa saya tidak bisa dibantu dulu? Lalu, saya dibawa ke UGD. Sampai UGD detak jantung anak saya sudah lemah dan sampai akhirnya ada alat yang dipasang di perut saya, untuk mendeteksi detak jantung bayi saya,” lanjutnya.
Setelah melalui proses tersebut, dan karena kondisi anaknya dengan detak jantung lemah maka dilakukan operasi sesar. Namun, kata dia setelah itu kondisi anak yang dilahirkannya diketahui telah meninggal dunia.
Jerinx SID bersama pengacaranya saat masuk ke dalam Kantor Ditreskrimsus Polda Bali, Kamis (6/8/2020). Antara/Ayu Khania Pranisitha/2020.
Melemahkan Semangat
Sebelumnya, Ketua Ikatan Dokter Indonesia (IDI) wilayah Bali dr. I Gede Putra Suteja mengatakan, narasi dari postingan yang diunggah akun terdakwa I Gede Ary Astina alias Jrx beberapa waktu lalu dinilai dapat melemahkan semangat tenaga kesehatan. Dalam hal ini dokter sebagai garda terdepan penanganan covid-19.
“Kami ada dalam penanganan soal covid-19 ini sedangkan postingan-postingan Jrx bisa selamanya dan beberapa hari, sehingga menurunkan semangat kami,” tuturnya.
Apalagi, kata Suteja, Jrx menuduh beberapa hal. “Padahal adik-adik saya sudah bekerja sekuat tenaga. Dengan ada perkataan demikian membuat kami jadi lemah dan masyarakat tidak percaya dengan apa yang kita laksanakan di lapangan,” kata Suteja.
Ia mengatakan, setiap postingan Jrx, dari hari ke hari bentuk narasinya tetap sama, yaitu menjelaskan bagaimana organisasi IDI dibilang kacung dan sebagainya.
“Setiap organisasi kalau dibilang kacung tidak terima juga, kami manusia juga harus diberikan penghargaan juga sebagai manusia. Kami manusia punya rasa, beberapa anggota saya sudah meninggal dan beberapa masyarakat yang tidak terlayani karena dokternya meninggal. Jangan semangat kami dibuat lemah dengan postingan-postingan itu,” cetusnya.
Dengan adanya postingan-postingan tersebut, kata dia, setelah melalui proses rapat dalam pertemuan virtual anggota IDI, maka pada 14 Juni 2020 diputuskan untuk melapor ke Polda Bali.
“Dia orang baik, tetapi tatap juga anggota saya di belakang. 8 jam pakai APD tidak bertemu keluarga beberapa hari dan diikuti dengan narasi begini. Saya sebagai anggota profesi kan harus menjaga marwahnya teman-teman, marwah profesi saya jaga. Dia orang baik tapi narasi dia yang membuat kami melaporkan ini. Melihat dia orang baik dari sisi beberapa kegiatan sosial dia kan banyak,” ucap Suteja.
Sementara itu, dalam persidangan dengan agenda pemeriksaan saksi-saksi tersebut, majelis hakim juga mengajukan pertanyaan kepada saksi pelapor (Ketua IDI Bali) terkait pelaporan postingan Jrx.
“Terkait dengan adanya peristiwa yang saudara ketahui, bagaimana saudara mengetahui apakah mendengar dulu dari orang atau melihat langsung postingan tersebut?” kata majelis hakim anggota I Made Pasek.
Menanggapi pertanyaan hakim tersebut, saksi pelapor Suteja menjawab, awalnya di grupnya IDI Bali, ada yang mengirimkan postingan-postingan dari akun seseorang. Kemudian, bertambah marak dan menghujat-hujat IDI Bali.
“Dari sana teman-teman grup WA meminta kepada saya melaporkan saja hal ini. Pada saat itu, teman-teman di lapangan berjuang demi covid-19 tapi terganggu atas postingan tersebut,” ucap Suteja. (Faisal Rachman)