
PT UKI: Ketua Tim Penasihat Hukum Direktur PT Unipro Konstruksi Indonesia (PT UKI), PAS, I Wayan ‘Gendo’ Suardana, S.H., M.H, menanggapi putusan sela dari Majelis Hakim Pengadilan Negeri Denpasar, Selasa, 2 Desember 2025.
DENPASAR, Balipolitika.com- Ketua Majelis Hakim Pengadilan Negeri (PN) Denpasar, H. Sayuti, S.H., M.H. memimpin sidang dengan agenda putusan sela dugaan tindak pidana pemalsuan surat, Selasa, 2 Desember 2025.
Terdakwa PAS hadir didampingi para penasihat hukumnya, yakni I Made Adi Mantara, S.H., dan I Made Juli Untung Pratama, S.H., M.Kn, dari Gendo Law Office.
Dalam persidangan tersebut, ketua majelis menyatakan nota keberatan (eksespsi) dari Penasihat Hukum PAS ditolak alias tidak dapat diterima.
Kasus ini berawal saat terdakwa PAS selaku Direktur PT Unipro Konstruksi Indonesia (PT UKI) mendapatkan proyek dari perusahaan asal hongkong untuk membangun lounge di beberapa bandara di Indonesia.
Karena saking percayanya pada WNA Hongkong bernama Peter Ho Kwan Chan, Terdakwa PAS kemudian menitipkan token dan releaser serta buku giro milik PT UKI kepada Peter Ho Kwan Chan untuk dikelola.
Namun sayangnya, sejak dikelola oleh Peter Ho Kwan Chan, yang bersangkutan sama sekali tidak pernah melaporkan keuangan dalam rekening PT UKI di Bank Panin kepada PAS selaku Direktur PT UKI.
Atas hal tersebut, Terdakwa PAS mencabut kuasa yang diberikan kepada Peter Ho Kwan Chan dan meminta agar ia segera mengembalikan token dan releaser serta buku giro milik PT UKI.
Bukannya segera dikembalikan, permintaan PAS justru diabaikan oleh Peter Ho Kwan Chan.
Atas masalah yang dialaminya, PAS datang ke Bank Panin KCP Gatsu Timur Denpasar dan oleh pihak Bank Panin KCP Gatsu Timur Denpasar, ia disarankan membuat surat keterangan kehilangan di kantor kepolisian.
Selanjutnya berdasarkan surat keterangan kehilangan tersebut, Bank Panin KCP Gatsu Timur Denpasar menerbitkan token dan releaser pengganti untuk PT UKI.
Atas saran dari pihak Bank Panin KCP Gatsu Timur Denpasar pada tanggal 3 Agustus 2023, Terdakwa PAS selaku Direktur PT UKI pun membuat surat kehilangan atas token dan releaser milik PT UKI ke Polsek Denpasar Utrara.
Kemudian berdasarkan surat keterangan kehilangan yang dibuat oleh PAS tersebut, pihak Bank Panin KCP Gatsu Timur Denpasar menerbitkan token dan releaser yang baru untuk PT UKI.
Penerbitan token dan releaser PT UKI yang baru menyebabkan token dan releaser lama milik PT UKI yang dikuasai Peter Ho Kwan Chan diblokir.
Hal tersebut menyebabkan Peter Ho Kwan Chan tidak lagi dapat mengontrol keuangan PT UKI dan atas dasar tersebut WNA Hongkong itu melapor kepada pihak kepolisian dengan dugaan tindak pidana pemalsuan sebagaimana diatur dalam Pasal 263 ayat (1) KUHP atau Pasal 263 ayat (2) KUHP.
Peter Ho Kwan Chan mengklaim mengalami kerugian sebesar Rp3.700.000.000 (tiga milyar tujuh ratus juta rupiah) karena tidak lagi dapat mengoperasikan token dan releaser lama milik PT UKI yang masih dia pegang.
Usai sidang putusan sela, Ketua Tim Penasihat Hukum PAS, I Wayan ‘Gendo’ Suardana, S.H., M.H, menanggapi putusan sela dari majelis hakim bahwa sidang dilanjutkan ke pembuktian.
“Sidang dilajutkan dengan pemeriksaan saksi-saksi,” ucap Gendo.
Beber Gendo, faktanya Peter Ho Kwan Chan bukanlah direksi atau pemegang saham di PT UKI.
Oleh sebab itu, secara hukum, WNA Hongkong bernama Peter Ho Kwan Chan ini tidak ada hubungan hukum dengan PT UKI.
“Sehingga apa dasarnya Peter Ho Kwan Chan menguasai dan mengelola uang milik PT UKI?” tanya Gendo.
Atas token dan releaser tersebut, sambung Gendo, PAS sudah mencabut kuasa pengelolaan uang PT UKI yang diberikan oleh Peter Ho Kwan Chan.
Selain itu, PAS juga mengirimkan somasi kepada Peter Ho Kwan Chan yang pada intinya meminta agar Peter Ho Kwan Chan mengembalikan token dan releaser PT UKI kepada PAS.
“Sehingga secara hukum segala upaya sah menurut hukum sudah dilakukan oleh PAS. PAS mengambil alih token tersebut karena tanggung jawab PT UKI berada di PAS selaku direktur,” tandas Gendo.
Lebih lanjut, Gendo menegaskan Peter Ho Kwan Chan yang menjalankan bisnis di Indonesia dengan meminjam nama PT terdakwa adalah perbuatan nominee yang melawan hukum investasi di Indonesia.
Dari sisi hukum pidana, tidaklah etis bilamana negara memberikan perlindungan terhadap Peter Ho Kwan Chan.
“Jika orang yang melanggar hukum penanaman modal diberikan perlindungan, maka artinya negara sedang melindungi pelaku bisnis illegal di Indonesia. Kalau kasus seperti ini dilanjutkan, negara sedang melindungi pelanggar hukum,” tegas pria yang juga sebagai Managing Partner Gendo Law Office itu.
Adapun sidang selanjutnya akan digelar pada Selasa, 9 Desember 2025 dengan agenda pemeriksaan saksi dari penuntut umum. (bp/ken)








